Pewarisan sifat dari induk kepada turunannya mengikuti suatu pola hereditas (pewarisan sifat) tertentu. Pola pewarisan sifat pertama kali diamati oleh Mendel.
Setelah diteliti lebih lanjut, para ilmuwan mendapati perbedaanperbedaan
yang tidak sesuai dengan pola yang dikemukakan Mendel, antara
lain penyimpangan semu hukum Mendel, pautan dan pindahan silang,
determinasi seks, dan gen letal.
1. Hukum Mendel
Pewarisan sifat dipelajari pertama kali oleh Gregor Johann Mendel
(1822�1884). Mendel melakukan percobaan pewarisan sifat pada tanaman
ercis (Pisum sativum) (perhatikanlah Gambar 5.2).
Ada beberapa alasan mengapa tanaman ercis dipilih oleh Mendel untuk
memulai percobaannya ini, di antaranya sebagai berikut.
a. Tanaman ercis (Pisum sativum) memiliki variasi yang cukup kontras, di antaranya:
a. warna biji : kuning dan hijau
b. kulit biji : kisut dan halus
c. bentuk buah/polong : halus dan bergelombang
d. warna bunga : ungu dan putih
e. tinggi batang : panjang dan pendek
f. posisi bunga : aksial (ketiak daun) dan terminal (ujung batang)
b. Dapat melakukan penyerbukan sendiri.
c. Cepat menghasilkan keturunan.
d. Mudah dikawinsilangkan.
Dalam percobaannya, Mendel selalu menuliskan perihal data yang
diperolehnya dan menemukan suatu keteraturan jumlah perbandingan pada
setiap sifat yang dikawinkannya tersebut (perhatikan Gambar 5.3).
Seluruh hasil pengamatan terhadap percobaannya itu menghasilkan
perbandingan 3 : 1. Dari percobaan pertamanya ini, Mendel kemudian
merumuskan suatu hipotesis bahwa sifat yang ada pada organisme akan
diturunkan secara bebas atau dikenal dengan Hukum I Mendel.
a. Monohibrid
Persilangan monohibrid merupakan persilangan yang hanya menggunakan
satu macam gen yang berbeda atau menggunakan satu tanda beda. Anda
telah mengetahui bahwa ada pasangan gen pada kromosom homolognya yang
berpengaruh terhadap suatu sifat. Melalui percobaan yang dilakukan oleh
Mendel maka Anda dapat lebih mengerti mengenai pengaruh alel yang memberikan
variasi pada bentuk atau fenotipe makhluk hidup. Mendel mengawinkan bunga ercis berwana ungu dengan bunga ercis
berwarna putih. Perkawinan induk ini dinamakan dengan parental (P). Hasil
perbandingan anakan yang diperoleh disebut dengan filial (F).
Hasil perkawinan pertama adalah seluruhnya memiliki warna bunga
ungu. Tumbuhan kacang ercis sesama bunga ungu ini lalu dikawinkan
sesamanya dan diperoleh hasil 3 bunga ungu berbanding satu bunga putih.
Perhatikan Gambar 5.4.
Pada beberapa kasus, terdapat gen sealel yang tidak dominan terhadap
lainnya. Keadaan ini disebut dominan tidak penuh. Pada dominan tidak
penuh, individu heterozigot memiliki fenotipe pencampuran dari kedua sifat
gen sealel. Sifat ini disebut intermediet. Perhatikan diagram persilangan
berikut.
b. Dihibrid
Persilangan dihibrid merupakan persilangan yang menggunakan dua
tanda beda atau dua pasangan kromosom yang berbeda. Suatu sifat dari
organisme tidak hanya diturunkan melalui satu jenis alel saja, tetapi beberapa
sifat juga dapat diturunkan oleh beberapa alel secara bersamaan.
Sifat ini dipelajari oleh Mendel dalam percobaan kacang ercisnya. Mendel
melihat adanya beberapa sifat kacang ercis yang disilangkan muncul dalam
generasi selanjutnya. Ia mulai dengan menyilangkan dua sifat beda, seperti
kacang ercis biji bulat warna kuning dengan biji kisut warna hijau.
Jika kacang ercis biji bulat adalah BB dan kacang ercis biji warna kuning
adalah KK maka kacang ercis biji bulat warna kuning adalah BBKK dan
kacang ercis biji kisut warna hijau adalah bbkk.Dari persilangan parental kacang ercis biji bulat warna kuning (BBKK)dengan kacang ercis biji kisut warna hijau (bbkk), warna kuning seluruhnya
(BbKk). dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut. Perkawinan antara F
Dari metode di atas, diperoleh perbandingan fenotipe = 9/16 biji bulat
kuning, 3/16 biji bulat hijau, 3/16 biji kisut kuning, dan 3/16 biji kisut hijau.
Dalam banyak persilangan antara organisme heterozigot dengan dua pasang
gen, maka kombinasi perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 adalah jumlah yang sangat
umum ditemukan. Perhatikanlah Gambar 5.5.
Dari percobaan ini, Mendel menemukan bahwa setiap sifat dari kedua induk diturunkan secara bebas dan tidak terikat dengan sifat yang lainnya sehingga Mendel menamakannya hukum pemisahan secara bebas atau disebut Hukum II Mendel. Jika terdapat dua individu berbeda dalam dua sifat atau lebih maka sifat yang satu akan diturunkan tidak bergantung pada pasangan sifat lainnya.
Pada banyak kejadian, para ilmuwan mendapatkan jumlah perbandingan anakan F1 yang berbeda perbandingan jumlah umum yang ditemukan oleh Mendel dalam percobaannya. Perbandingan tersebut adalah misalnya (15 : 1), (12 : 3 : 1 ), (9 : 3 : 4), atau (9 : 6 : 1). Namun, jika diperhatikan dengan saksama, perbandingan-perbandingan tersebut merupakan kombinasi dari perbandingan genotipe yang ditemukan oleh Mendel 9 : 3 : 3 : 1. Karenanya, beberapa perbandingan lain yang ditemukan sebagai hasil dari perkawinan organisme dengan dua sifat beda dinamakan dengan penyimpangan semu hukum Mendel. Selain itu, terdapat juga beberapa pengembangan dari dasar-dasar pengetahuan genetika Mendel yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam pola pewarisan sifat yang akan Anda pelajari selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar